Abdullah bin Mas’ud
Ia adalah orang yang pertama kali mengumandangkan Al-Qur’an dengan suara merdu.
Sebelum Rasulullah masuk kerumah Arqam, Abdullah bin Mas’ud
telah beriman kepadanya dan merupakan orang keenam yang masuk Islam dan
mengikuti Rasulullah SAW. Dengan demikian, ia termasuk golongan pertama yang
masuk Islam.
Pertemuannya yang mula-mula dengan Rasulullah itu
diceritakannya sebagi berikut:
“Ketika itu saya masih remaja, mengembalakan kambing
kepunyaan ‘Uqbah bin Mu’aith. Tiba-tiba datang Nabi Muhammad SAW bersama Abu
bakar, dan bertanya, “Hai nak, apakah kamu punya susu untuk minuman kami? “Aku
orang kepercayaan,” ujarku, “dan tak dapat memberi anda minuman…!”
Maka sabda Nabi SAW, “Apakah kamu punya kambing betina mandul yang belum
dikawini oleh yang jantan…?” “Ada,” ujarku. Lalu saya bawa ia kepada mereka.
Kambing itu diikat kakinya oleh Nabi lalu di sapu susunya sambil memohon kepada
Allah SWT. Tiba-tiba susu itu berair banyak, kemudian Abu Bakar mengambilkan
sebuah batu cembung yang di gunakan Nabi untuk menampungan perahan susu. Lalu
Abu bakar minumlah dan saya pun tidak ketinggalan… setelah itu, Nabi menitahkan
kepada susu, “Kempislah!” maka susu itu menjadi kempis…
Setelah peristiwa itu saya
mendatangi Nabi, kataku, “Ajarkanlah kepadaku kata-kata tersebut!” Ujar Nabi
SAW, ” Engkau akan menjadi seorang anak yang terpelajar!”
Alangkah heran dan ta’jubnya Ibnu
Mas’ud ketika menyaksikan seorang hamba Allah yang shalih dan utusan-Nya yang
di percaya memohon kepada Tuhannnya sambil menyapu ke susu hewan yang belum
pernah berair selama ini, tiba-tiba mengeluarkan kurnia dan rizqi dari Allah
berupa air susu murni yang enak buat di minum…!
Pada saat itu belum disadarinya
bahwa peristiwa yang disaksikannya itu hanyalah merupakan mu’jizat paling
enteng dan tidak begitu berarti, dan bahwa tidak berapa lama lagi dari
Rasulullah SAW yang mulia ini akan di saksikannya mu’jizat yang akan
mengguncangkan dunia dan memenuhinya dengan petunjuk serta cahaya.
Bahkan pada saat itu juga belum di
ketahuinya, bahwa yang dirinya sendiri yang ketika itu masih seorang remaja
yang lemah lagi miskin, yang menerima upah sebagai pengembala kambing milik
‘uqbah bin Mu’aith, akan muncul sebagai salah satu dari mu’jizat ini, yang
setelah di tempa oleh Islam akan menjadi seorang beriman, dan akan mengalahkan
kesombongan orang-orang Quraisy dan menaklukan kesewenangan para pemukanya.
Maka ia, yang selama ini tidak
berani lewat dihadapan salah seorang pembesar Quraisy kecuali dengan
menjingkatkan kaki dan menundukan kepala, di kemudian hari setelah masuk Islam,
ia tampil di didepan para majlis para bangsawan si sisi Ka’bah, sementara semua
pemimpin dan pemuka Quraisy duduk berkumpul, lalu berdiri di hadapan mereka dan
mengumandangkan suaranya yang merdu dan membangkitkan minat, berisikan wahyu
Illahi Al-Qur’anul Karim:
“Bismillahirrahmaanirrahiim…
Allah yang Maha Rahman…
Yang telah mengajarkan Al-Qur’an…
Menciptakan insan…
Dan menyampaikan padanya penjelasan…
Matahari dan bulan beredar menurut…
Perhitungan…
Sedang bintang dan kayu-kayuan sama…
Sujud kepada Tuhan…
Lalu di lanjutkannya bacaanya,
sementara pemuka-pemuka Quraisy sama terpesona, tidak percaya akan pandangan
mata dan pendengaran telinga mereka… dan tak tergambar dalam fikiran mereka
bahwa orang yang menantang kekuasaan dan kesombongan mereka…, tidak lebih dari
seorang upahan di antara mereka, dan pengembala kambing dari salah seorang
bangsawan Quraisy… yaitu Abdullah bin Mas’ud, seorang yang miskin yang hina
dina…!
Marilah kita dengan keterangan
dari saksi mata melukiskan peristiwa yang amat manarik dan mena’jubkan itu!
Orang itu tiada lain dari Zubair r.a. katanya:
“Yang mula-mula menderas
Al-Qur’an di Mekah setelah Rasulullah SAW adalah Abdullah bin Mas’ud r.a. pada
suatu hari para sahabat Rasulullah SAW berkumpul, kata mereka, “Demi Allah
orang-orang Quraisy belum lagi mendengar sedikitpun Al-Qur’an ini di baca
dengan suara keras di hadapan mereka. Nah, siapa diantara kita yang bersedia
mendengarkannya kepada mereka…?”
Maka kata Abdullah bin Mas’ud, “Saya.”
Kata mereka, “Kami khawatir akan keselamatan dirimu! Yang kami inginkan adalah
seorang laki-laki yang mempunyai kerabat yang akan mempertahankan dari
orang-orang itu jika mereka bermaksud jahat…” “Biarkanlah saya!”kata Abdullah
bin Mas’ud pula, “Allah pasti membela.”
Maka datanglah Abdullah bin
Mas’ud kepada kaum Quraisy di waktu Dhuha, yakni ketika mereka berada di balai
pertemuannya… Ia berdiri di panggung lalu membaca “Bismillahirrahmaanirrahiimi”
dan dengan mengeraskannya suaranya; Arrahman…’allamal Qur’an…
Lalu sambil menghadap kepada mereka di terusksanlah bacaannya. Mereka
memperhatikannya sambil bertanya sesamanya, “Apa yang di baca oleh anak si
Ummu’Abdin itu…? Sungguh, yang dibacanya itu ialah yang dibaca oleh Muhammad!”
Mereka bangkit mendatanginya dan
memukulinya, sedang Abdullah bin Mas’ud membacanya sampai batas yang di
kehendaki Allah… Setelah itu dengan muka dan tubuh yang babak belur ia kembali
kapada para sahabat. Kata mereka, “Inilah yang kami khawatirkan tentang
dirimu…!” Ujar Abdullah bin Mas’ud, “Sekarang ini tak ada yang lebih mudah
bagiku dari menghadapi musuh-musuh Allah itu! Dan seandainya tuan-tuan
menghendaki, saya akan mendatangi mereka lagi dan berbuat yang sama esok
hari…!” Ujar mereka, “Cukuplah demikian! Kamu telah membacakan kepada mereka
barang yang menjadi tabu bagi mereka!”
Benar, pada saat Abdullah bin
Mas’ud tercengang melihat susu kambing tiba-tiba berair sebelum waktunya, belum
menyadari bahwa ia bersama kawan-kawan senasib dari golongn miskin tidak
berpunya, akan menjadi salah satu mu’jizat besar dari Rasulullah saw, yakni
ketika mereka bangkit memanggul panji-panji Allah dan menguasai dengannya
cahaya siang dan sinar matahari. Tidak di ketahuinya bahwa saat itu telah
dekat… Kiranya secepat itu hari datang dan lonceng waktu telah berdentang, anak
remaja buruh miskin dan terlunta-lunta serta merta menjadi suatu mu’jizat di
antara berbagai mu’jizat Rasulullah SAW …!
Dalam kesibukan dan perpacuan
hidup, tiadalah ia akan menjadi tumpuan mata… Bahkan di daerah yang jauh dari
kesibukan pun juga tidak…! Tak ada tempat baginya di kalangan hartawan,
begitupun di dalam lingkungan ksatria yang gagah perkasa, atau dalam deretan
orang-orang yang berpengaruh.
Dalam soal harta, ia tak punya
apa-apa, tentang perawakan ia kecil dan kurus, apalagi dalam soal pengaruh,
maka derajatnyapun di bawah… tapi sebagai ganti dari kemiskinnaya itu, Islam
telah memberinya bagian yang melimpah dan perolehan yang cukup dari
perbendaharaan Kisra dan simpanan Kaisar. Dan sebagai imbalan dari tubuh yang
kurus dan jasmani yang lemah, di anugerahi-Nya kemauan baja yang dapat
menundukan para adikara dan ikut mengambil bagian dalam merubah jalan sejarah.
Dan untuk mengimbangi nasibnya yang tersia terlunta-lunta, Islam telah
melimpahnya ilmu pengetahuan, kemuliaan, serta ketetapan yang menampilkannya
sebagai salah seorang tokoh terkemuka dalam sejarah kemanusiaan.
Sungguh, tidak meleset kiranya
pandangan jauh Rasulullah SAW ketika beliau mengatakan padanya, “Kamu akan
menjadi seorang pemuda terpelajar.” Ia telah di beri pelajaran oleh Tuhannya
hingga menjadi faqih atau ahli hukum ummat Muhammad saw, dan tulang punggung
para huffadh Al-Qur’anul Karim.
Mengenai dirinya ia pernah
mengatakan, “Saya telah menampung 70 surat Al Qur’an yang dengan langsung dari
Rasulullah saw tiada seorang pun yang menyaingiku dalam hal ini…”
Dan rupanya Allah SWT memberinya
anugerah atas keberaniannya mempertaruhkan nyawa dalam mengumandangkan
Al-Qur’an secara terang-terangkan dan menyebarluaskannya di segenap pelosok
kota Mekah di saat siksaan dan penindasan merajalela, maka di anugerahi-Nya
bakat istimewa dalam membawakan bacaan Al-Qur’an dan kemampuan luar biasa dalam
memahami arti dan maksudnya.
Rasulullah saw telah memberi
wasiat kepada para sahabat agar mengambil Abdullah bin Mas’ud sebagai teladan,
sabda Rasulullah SAW, “Berpegangteguhlah pada kepada ilmu yang diberikan oleh
ibnu ummi ‘Abdin…!
Diwashiatkannya pula agar
mencontoh bacaannya, dan mempelajari cara membaca Al-Qur’an dari padanya. Sabda
Nabi SAW, “Barang siapa yang ingin hendak membaca Al Qur’an tepat seperti di
turunkan, hendaklah ia membacanya seperti Ibnu Ummi ‘Abdin…!”
Sungguh, telah lama Rasulullah
menyenangi bacaan Al-Qur’an dari mulut Ibnu Mas’ud…
Pada suatu hari ia memanggilnya
sabdanya, “Bacakanlah kepadaku, hai Abdullah!”
“Haruskah aku membacakannya pada anda, wahai Rasulullah…?”
Jawab Rasulullah, “Saya ingin mendengarnya dari mulut orang lain.”
Maka Ibnu Mas’ud pun membacanya
di mulai dari surat An-Nisa hingga pada sampai firman Allah ta’ala, “Maka
betapa jadinya bila Kami jadikan dari setiap ummat itu seorang saksi, sedangkan
kamu Kami jadikan sebagai saksi bagi mereka…! Ketika orang-orang kafir yang
mendurhakai Rasulullah SAW sama berharap kiranya mereka disama ratakan dengan
bumi…! Dan mereka tidak dapat merasahasiakan pembicaraan dengan Allah…!”
(Q. S. An-Nisa: 41-42)
Maka Rasulullah SAW tak dapat
menahan tangisnya, air matanya meleleh dan dengan tangannya di isyaratkan
kepada Ibnu Mas’ud yang maksudnya, “Cukup…, cukuplah sudah, hai Ibnu Mas’ud…!”
Suatu ketika pernah pula Ibnu
Mas’ud menyebut-nyebut karunia Allah kepadanya, katanya, “Tidak suatu pun dari
Al-Qur’an itu yang di turunkan, kecuali aku mengetahui mengenai peristiwa apa
yang di turunkannya. Dan tidak seorangpun yang lebih mengetahui tentang Kitab Allah
daripadaku. Dan sekiranya aku tahu ada seseorang yang dapat di capai dengan
berkendaraan unta dan ia lebih tahu tentang Kitabullah daripadaku, pastilah aku
akan menemuinya. Tetapi aku bukanlah yang terbaik di antaramu!”
Keistimewaan Ibnu Mas’ud ini telah
diakui oleh para sahabat. Amirul Mu’minin, Umar, berkata mengenai dirinya,
“Sungguh ilmunya tentang fiqih berlimpah-limpah.”
Dan berkata Abu Musa Al
Qur’an-Asy’ari, “Jangan tanyakan kepada kami sesuatu masalah selama kyai ini
berada pada tuan-tuan!”
Tidak hanya keunggulannya dalam
Al-Qur’an dan ilmu fiqih saja yang patut beroleh pujian, tetapi juga
keunggulannya dalam keshalihan dan ketakwaan.
Berkata Hudzaifah tentang
dirinya, “Tidak seorangpun saya lihat yang lebih mirip Rasulullah saw baik
dalam cara hidup, perilaku dan ketenangan jiwanya, dari pada Ibnu Mas’ud… dan
orang-orang yang di kenal dari sahabat-sahabat Rasulullah saw sama mengetahui
bahwa puteranya dari Ummi ‘Abdin adalah yang paling dekat kepada Allah…!”
Pada suatu hari serombongan
sahabat berkumpul pada Ali Karamullahu Wajhah (semoga allah memuliakan wajah
atau dirinya), lalu kata mereka kepadanya, “Wahai Amirul Mu’minin, kami tidak
melihat orang yang lebih berbudi pekerti, lebih lemah lembut dalam mengajar,
begitupun yang lebih baik pergaulannya, dan lebih shalih dari pada Abdullah bin
Mas’ud…!” Ujar Ali, “Saya minta tuan-tuan bersaksi kepada Allah, apakah ini
betul-betul tulus dari hati tuan-tuan…?” “Benar,” ujar mereka.
Kata Ali pula, “Ya Allah, saya
mohon Engkau menjadi saksinya,bahwa saya berpendapat mengenai dirinya seperti
apa yang mereka katakan itu, atau lebih baik dari itu lagi… Sungguh, telah di
bacanya Al Qur’an, maka dihalalkannya barang yang halal dan di haramkannya
barang yang haram…, seorang yang ahli dalam soal keagamaan dan luas ilmunya
tentang as-Sunnah…!”
Suatu ketika para sahabat
memperkatakan pribadi Abdullah bin Mas’ud, kata mereka, “Sungguh, sementara
kita terhalang, ia diberi restu, dan sementara kita bepergian, ia menyaksikan
(tingkah laku Rasulullah SAW)…”
Maksud mereka ialah bahwa
Abdullah bin Mas’ud beruntung mendapat kesempatan berdekatan dengan Rasulullah
saw, suatu hal yang jarang di dapat oleh orang lain. Ia lebih sering masuk
kerumah Rasulullah SAW dan menjadi teman duduknya. Dan lebih-lebih lagi ia
ialah tempat Rasulullah SAW menumpahkan keluhan dan mempercayakan rahasianya,
hingga ia di beri gelar “Peti Rahasia.”
Berkata Abu Musa
Al-Qur’an-Asy’ari, “Sungguh setiap saya melihat Rasulullah saw, pastilah Ibnu
Mas’ud berada menyertainya…”
Adapun yang menjadi sebab ialah
karena Rasulullah SAW amat menyayanginya, terutama keshalihan dan kecerdasannya
serta kebesaran jiwanya, hingga Rasulullah SAW pernah bersabda mengani dirinya,
“Seandainya saya hendak mengangkat seseorang sebagai amir tanpa musyawarat
dengan kaum muslimin, tentulah yang saya angkat itu Ibnu Ummi ‘Abdin…”
Dan telah kita kemukakan wasiat
Rasulullah SAW kepada para sahabatnya, “Berpegang teguhlah kepada ilmu Ibnu
Ummi ‘Abdun!”
Maka kesayangan dan kepercayaan
ini memungkinkannya untuk bergaul rapat dengan Rasulullah saw, hingga ia
beroleh hak yang tidak di berikannya kepada orang lain, bersabda Rasulullah SAW
kepadanya, “Saya idzinkan kamu bebas dari tabir hijab…!”
Ini merupakan lampu hijau bagi
Ibnu Mas’ud untuk masuk rumah Rasulullah saw dan pintunya senantiasa terbuka
baginya, biar siang maupun malam, dan inilah yang pernah di perkatakan oleh
para sahabat , “Sementar kita terhalang, ia di beri izin, dan sementara kita
bepergian, ia menyaksikan…”
Dan memang Ibnu Mas’ud banyak
untuk memeproleh keistimewaan ini… Karena walupun pergaulan rapat seperti ini
akan memberikan padanya keuntungan, tetapi Ibnu Mas’ud hanya bertambah khusu’,
tambah hormat dan sopan santun…
Mungkin gambar yang melukiskan
akhlaknya secara tepat, ialah sikapnya ketika menyampaikan hadith dari
Rasulullah SAW setelah beliau wafat. Walaupun ia jarang menyampaikan hadits
dari Rasulullah SAW, tetapi kita lihat setiap ia menggerakan kedua bibirnya
untuk mengatakan, “Saya dengar Rasulullah saw menyampaikan hadits dan
bersabda…,” maka tubuhnya gemetar dengan amat sangat, dan ia tampak gugup dan
gelisah. Sebabnya tiada lain karena takutnya akan alpa, hingga bersalah menaruh
kata di tempat yang lain…!
Marilah kita dengarkan
kawan-kawanya melukiskan gejala-gejala ini! Berkatalah ‘Amar bin Maimun:
“Saya bolak-bolak kerumah
Abdullah bin Mas’ud ada setahun lamanya, dan selama itu tak pernah saya dengar
ia menyampaikan hadits dari Rasulullah SAw, kecuali sebuah hadits yang di
sampaikannya pada suatu hari. Dari mulutnya mengalir ucapan: ‘Telah bersabda Rasulullah
SAW, tiba-tiba ia kelihatan gelisah hingga tanpak keringat bercucuran dari
keningnya.’ Kemudian katanya megulangi kata-kata yang tadi, ‘Kira-kira
demikianlah disabdakan oleh Rasulullah SAW…’”
Dan bercerita Al-Qamah bin Qais:
Biasanya Abdullah bin Mas’ud berpidato setiap hari Kamis sore menyampaikan
Hadits. Tidak pernah saya dengar ia mengucapkan, “Telah bersabda Rasulullah
SAW,” kecuali satu kali saja… disaat itu saya melihat ia bertelekan tongkat,
dan tongkatnya itupun bergetar dan bergerak-gerak…”
Dan di ceritakan pula oleh Masruq
mengenai Abdullah ini:
“Pada suatu hari Ibnu Mas’ud menyampaikan sebuah Hadits, katanya, “Saya dengar
Rasulullah SAW…” Tiba-tiba ia jadi gemetar, dan pakainnya bergetar pula…
kemudian katanya, “Atau kira-kira demikian…, atau kira-kira seperti itulah…”
Nah, sampai sejauh inilah
ketelitian, penghormatan dan penghargaannya kepada Rasulullah SAW… disamping
menjadi bukti ketaqwaannya, ketelitian, dan penghormatannya ini merupakan tanda
kecerdasannya…!
Orang yang lebih banyak bergaul
dengan Rasulullah SAW, penilaiannya tehadap kemuliaan Rasulullah SAW lebih
tepat… dan itulah sebabnya adab sopan santunnya terhadap Rasulullah saw ketika
beliau masih hidup, begitupun kenangan kepada beliau setelah wafatnya,
merupakan adab sopan santun satu-satunya dan tak ada duanya…!
Ibnu Mas’ud tak hendak berpisah
dari Rasulullah saw baik di waktu bermukim maupun di waktu bepergian. Ia telah turut mengambil bagian dalam setiap peperangan dan
pertempuran. Dan peranannya dalam perang badar meninggalkan kenangan yang tak
dapat di lupakan, yakni rubuhnya Abu Jahal oleh tebusan pedang kaum muslimin
pada hari yang keramat itu…
Khalifah-khalifah dan para sahabat Rasulullah SAW mangakui
kedudukannya ini, hingga ia diangkat oleh Amirul Mu’minin Umar sebagai
Bendaharawan di kota Kufah. Kepada penduduk waktu mengirimnya itu mengatakan:
“Demi Allah yang tiada Tuhan mealinkan dia , sungguh saya
lebih mementingkan tuan-tuan dari pada diriku, maka ambilah dan pelajarilah
ilmu dari padanya…!”
Dan penduduk Kufah telah mencintainya, suatu hal yang belum
pernah di peroleh orang-orang sebelumnya, atau orang yang setaraf dengannya…
Sungguh, kebulatan penduduk Kufah untuk mencintai seseorang, merupakan suatu
hal yang mirip dengan mu’jizat… sebabnya ialah karena mereka biasa menentang
dan memberontak, mereka tidak tahan menghadapi hidangan yang serupa…, dan tidak
mampu hidup selalu dalam aman tenteram…!
Dan karena kecintaan mereka kepadanya demikian rupa,
sampai-sampai mereka mengerumuni dan mendesaknya sewaktu ia hendak di
perhentikan oleh Khlaifah Utsman r.a dari jabatannya, kata mereka, “Tetaplah
anda tinggal bersama kami di sini dan jangan pergi, dan kami bersedia membela
anda dari mala petaka yang menimpa anda!”
Tetapi dengan kalimat yang menggambarkan kebesaran jiwa dan
ketaqwaannya, Ibnu Mas’ud menjawab, katanya, “Saya harus taat kepadanya, dan
dibelakang hari akan timbul fitnah, dan saya tak ingin menjadi orang yang
mula-mula membukakan pintunya…!”
Pendirian mulia dan terpuji ini mengungkapkan kepada kita
hubungan Ibnu Mas’ud dengan khalifah Utsman r.a. Di antara mereka telah terjadi
perdebatan dan perselisihan yang makin lama makin sengit, hingga gaji dan
tunjangan pensiunannya di tahan dari baitulmal. Walau demikian, tidak sepatah
kata pun yang tidak baik, kelauar dari mulutnya mengenai Utsman, bahkan ia
berdiri sebagai pembela dan memperingatkan rakyat ketika di lihatnya
persekongkolan di masa Utsman itu telah meningkat menjadi suatu pemberontakan.
Dan ketika terbetik berita ketelinganya mengenai percobaan untuk membunuh
Khalifah Utsman itu, keluarlah dari mulutnya ucapan yang terkenal:
“Sekiranya mereka membunuhnya, maka tak ada lagi orang yang sebanding dengannya
yang akan mereka angkat sebagai khalifah…” Dalam pada itu, di antara
kawan-kawan Ibnu Mas’ud ada yang berkata, “tak pernah saya dengar Ibnu Mas’ud
mengeluarkan cercaan satu kata pun terhadap Utsman…”
Allah SWT telah menganugerahinya hikmah sebagaimana telah
memberinya sifat taqwa. Ia memiliki kemampuan untuk melihat yang jauh ke dasar
yang dalam, dan mengungkapnya secara menarik dan tepat.
Marilah kita dengar ucapannya yang menggambarkan kesimpulan
hidup yang istimewa dari Umar dengan kata-kata singkat tapi padat dan
mena’jubkan, katanya, “Islamnya mereka suatu kemenangan…, hijrahnya mereka
pertolongan…, sedang pemerintahannya menajdi suatu rahmat.”
Berbicara tentang apa yang
dikatakan orang seakrang tentang relativitas masa, ia mengatakan, “Bagi Tuhan
kalian tiada siang dan malam…! Cahaya langit dan bumi itu bersumber dari
cahayanya…!”
Ia juga berbicara tentang pekerja
dan betapa pentingnya mengangkat taraf budaya kaum pekerja ini katanya, “Saya
amat benci melihat seorang laki-laki yang menganggur tak ada usahanya untuk
kepentingan dunia, dan tidak pula untuk kepentingan akhirat.”
Dan diantara kata-katanya yang
bersayap ialah:
“Sebaik-baik kaya ialah kaya hati;
sebaik-baik bekal ialah taqwa;
seburuk-buruk buta ialah buta hati;
sebesar-besar dosa ialah berdusta;
sejelek-jelek uasaha ialah memungut riba;
seburuk-buruk makanan ialah memakan harta anak yatim;
siapa yang memaafkan orang akan di maafkan Allah;
dan siapa yang mengampuni orang akan diampuni Allah.”
Nah, itulah gambaran singkat
Abdullah bin Mas’ud sahabat Rasulullah SAW; dan itulah dia, kilasan dari suatu
kehidupan besar dan perkasa yang dilalui pemiliknya di jalan Allah dan
Rasul-Nya serta Agama-Nya.
Itulah dia, laki-laki yang ukuran
tubuhnya seumpama tubuh burung merpati, kurus dan pendek, hingga badannya tidak
akan berapa bedanya dengan orang yang sedang duduk. Kedua betisnya kecil dan
kempes, yang tampak ketika ia memanjat dan memetik dahan pohon arak untuk di
gunakan Rasulullah SAW. Para sahabat sama menetertawakannya ketika melihat
kedua betisnya itu. Maka bersabdalah Rasulullah SAW, “Tuan-tuan menetertawkan
betis Ibnu Mas’ud , keduanya disisi Allah lebih berat timbangannya dari gunung
Uhud!”
Memang, inilah dia orang yang
berasal dari keluarga miskin, buruh upahan, kurus dan hina, tetapi keyakinan
dan keimanannya telah menjadikannya saah seorang imam di antara imam-imam
kebaikan, petunjuk dan cahaya.
Ia telah di karunia taufiq dan
ni’mat oleh Allah yang menyebabkannya termasuk dalam golongan “sepuluh orang
sahabat Rasulullah SAW yang pertama masuk Islam,” yakni orang-orang yang selagi
hidupnya telah menerima berita gembira beroleh ridla Allah SWT dan surga-Nya.
Ia telah terjun dan tak pernah
absen dalam setiap perjuangan yang berakhir dengan kemenangan di masa
Rasulullah saw, begitupun di masa Khalifah sepeninggal beliau. Dan dia turut
menyaksikan dua buah imperiaum dunia membukakan pintunya dengan tunduk dan
patuh di masuki panji-panji Islam dan ajarannya.
Disaksikannya jabatan-jabatan
yang tersedia dan menunggu orang-orang Islam yang mau mendudukinya, begitu pun
harta yang tidak terkira banyaknya bertumpuk-tumpuk di hadapan mereka, tetapi
tidak satupun yang mengusik dan melupakannya dari janji yang telah di
ikrarkannya kepada Allah SWT dan Rasul-Nya, atau merintangi dari garis hidup
dan ketekunan ibadat yang di liputi rasa khsusu’ dan tawadlu’.
Dan diantar keinginan dan
cita-cita hidup, tidak satupun yang menarik hatinya kecuali sebuah, yakni yang
selalu di rindukan, menjadi bauh bibir dan senandungnya, serta menjadi
angan-angan untuk mendapatkannya.
Nah, marilah kita simak,
kata-kata yang ia sendiri menceritakan hal itu kepada kita:
“Aku bangun di tengah malam,
ketika itu aku mengikuti Rasulullah SAW di perang Tabuk. Maka tampaklah olehku
nyala api di pinggir perkemahan, lalu kudekati untuk melihatnya. Kiranya
Rasulullah SAW bersama Abu Bakar dan Umar. Rupanya mereka sedang menggali
kuburan untuk Abdullah Dzulbijadain An-Muzanni yang ternyata telah wafat.
Rasulullah SAW ada di dalam lubang kubur itu, sementara Abu Bakar dan Umar
mengulurkan jenazah kepadanya. Rasulullah SAW bersabda, “Ulurkanlah lebih dekat
padaku saudara tuan-tuan itu…! Lalu mereka mengulurkan kepadanya. Dan tatkala
di letakkannya di lubang lahat, beliau berdo’a, “Ya Allah, aku telah ridla
kepadanya, maka ridla’i pula ia oleh-Mu! Alangkah baiknya sekiranya akulah yang
menjadi pemilik liang kubur itu!”
Nah, itulah dia satu-satunya
cita-cita yang di harapkan dan di angan-angankan selagi hidupnya.
Dan sebagai anda ketahui, ia tak
pernah mencari kesempatan untuk mendapatkan sesuatu untuk di kejar-kejar dan di
perebutkan orang, berupa kemuliaan, kekayaan, pengaruh atau jabatan.
Hal ini karena cita-citanya adalah cita-cita seorang
tokoh yang mendapat petunjuk dari Allah SWT memperoleh tuntutan dari Al-Qur’an,
dan menerima didikan dari Rasulullah SAW
Tidak ada komentar:
Posting Komentar